Sekretariatan Gedung AS Politeknik Negeri Malang (Polinema), Jatimulyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65141

Telp Humas : 0812-8455-8810
Email : perspolinema@gmail.com

Pilkada 2024: Memilih Pemimpin atau Menghadapi Dilema Demokrasi?

Gambar Kotak Suara dan Surat Suara dengan siluet calon Gubernur, Walikota, dan Bupati (Satria)

Pada tanggal 27 November 2024, Indonesia menggelar Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak untuk memilih bupati, wali kota, dan gubernur di berbagai daerah. Pilkada ini membawa harapan besar akan lahirnya pemimpin-pemimpin lokal yang mampu memajukan daerah. Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, Pilkada pada tahun ini juga tidak terlepas dari berbagai fenomena yang mencerminkan tantangan demokrasi kita.

Salah satu fenomena menarik adalah munculnya pasangan calon kotak kosong di beberapa daerah. Kondisi ini terjadi ketika hanya ada satu calon yang mencalonkan diri, sehingga pemilih dihadapkan pada pilihan antara calon tunggal atau kotak kosong. Skenario ini memunculkan dilema demokrasi, karena meskipun sah secara hukum, kotak kosong sering dianggap mencerminkan minimnya kompetisi sehat dalam proses politik. Di sisi lain, kehadiran kotak kosong menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap calon tunggal, memberikan makna tersendiri dalam proses demokrasi.

Praktik politik uang atau “serangan fajar” juga menjadi isu klasik yang terus menghantui Pilkada. Meski upaya pencegahan terus dilakukan, seperti peningkatan pengawasan oleh Bawaslu, perilaku ini tetap menjadi tantangan. Serangan fajar tidak hanya merusak integritas pemilu tetapi juga menciptakan siklus kepemimpinan yang lebih berorientasi pada pengembalian modal kampanye ketimbang pelayanan kepada masyarakat.

Dukungan terbuka dari tokoh-tokoh nasional, termasuk mantan calon presiden, juga menjadi sorotan. Dukungan seperti ini dapat memperkuat legitimasi pasangan calon tertentu, tetapi di sisi lain berisiko menyeret isu-isu nasional ke dalam dinamika politik lokal, sehingga fokus pada permasalahan daerah menjadi teralihkan. Polarisasi di masyarakat pun kerap meningkat akibat pengaruh ini.

Tidak kalah penting, Pilkada 2024 juga diwarnai dengan berbagai tantangan teknis seperti kendala logistik di daerah terpencil dan potensi ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Meski sebagian besar Tempat Pemungutan Suara (TPS) dapat beroperasi dengan baik, masih terdapat beberapa laporan keterlambatan distribusi logistik yang memengaruhi kelancaran pemilu di daerah-daerah tertentu. Hal ini menjadi pengingat bahwa perbaikan infrastruktur dan sistem pengelolaan pemilu harus terus menjadi prioritas.

Namun demikian, Pilkada serentak pada tahun ini tetap menyimpan harapan besar. Tingginya antusiasme masyarakat, khususnya generasi muda, baik sebagai pemilih maupun kandidat, menjadi salah satu indikasi bahwa demokrasi di Indonesia terus bergerak maju. Kandidat muda dengan gagasan inovatif kini mulai mendapat tempat, menawarkan harapan baru bagi tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan responsif.

Fenomena kotak kosong, serangan fajar, dan dukungan tokoh nasional mengajarkan kita bahwa demokrasi tidak hanya tentang memilih, tetapi juga bagaimana masyarakat mengawasi prosesnya. Pilkada ini bukan hanya tentang kemenangan kandidat, tetapi juga tentang kemenangan demokrasi itu sendiri.

Sebagai pemilih, kita memiliki tanggung jawab untuk menggunakan suara dengan bijak, tidak tergoda oleh politik uang, dan memilih berdasarkan visi, misi, serta rekam jejak calon. Dengan demikian, Pilkada 2024 dapat menjadi tonggak baru bagi pembangunan daerah dan penguatan demokrasi Indonesia.

(Satria Rakhmadani)

One comment

Leave a Reply to LianaCancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *